Sebuah Refleksi Pergerakan Sosial
Oleh
:AsriJuniatiSoamole
Pernahkah
teman-teman bayangkan bahwa jumlah anak putus sekolah di negeri tercinta ini
ternyata sudah puluhan juta ? Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor
Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada
tahun 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa. Jumlah itu pasti sudah bertambah lagi
tahun ini, mengingat keadaan ekonomi nasional yang kian memburuk.
Ternyata,
peningkatan jumlah anak putus sekolah di Indonesia sangat mengerikan. Lihatlah,
pada tahun 2006 jumlahnya “masih” sekitar 9,7 juta anak; namun setahun kemudian
sudah bertambah sekitar 20 % menjadi 11,7 juta jiwa. Tidak ada keterangan dari
Komnas PA apakah jumlah tersebut merupakan akumulasi data tahun sebelumnya,
lalu ditambah dengan jumlah anak-anak yang baru saja putus sekolah. Tapi
kalaupun jumlah itu bersifat kumulatif, tetap saja terasa sangat menyesakkan.
Bayangkan,
gairah belajar 12 juta anak terpaksa dipadamkan. Dan 12 juta harapan yang
melambung kini kandas di dataran realitas yang keras, seperti balon raksasa
ditusuk secara kasar–kempes dalam sekejap. Ini bencana nasional dengan
implikasi yang sangat luas, dan bahkan mengerikan!
Menyadari fenomena diatas, pada tahun 2014
pemerintah melalui lembaga KPPPA ( Komisi Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak ) dengan Konvensi Hak Anaknya telah mencoba membangun sekolah
ramah anak yang menampung anak-anak termarjinalkan dan anak-anak yang mengalami
kekerasan di setiap provinsi Indonesia.
Tentu saja sebagai generasi penerus bangsa
kita tidak boleh tinggal diam atas bencana pendidikan diatas. Terinspirasi dari
gerakan sosial seperti Sokola Pesisir Mariso dan Sokola Rimba yang telah sukses
menyelamatkan pendidikan anak-anak di Indonesia, lahirlah gerakan sosial di
Maluku Utara yakni Literasi Jalanan. Literasi
jalanan terbentuk pada tahun 2014,digagas oleh 6 pemuda (i) dengan pionirnya Adlun
Fiqri Pramadhani , seorang mahasiswa antopolodi Universitas Khairun Ternate. Pada
2015 lalu, Literasi Jalanan telah terpilih sebagai 5 besar proyek sosial dalam
program ICN (Indonesian Culture and Nasionalism ) yang diadakan oleh Kampus
Prasetiya Mulya pada 2015 lalu, dan mendapatkan pendanaan sebesar 10 juta
rupiah.
Semua yang tergabung dalam literasi jalanan
adalah para relawan remaja,dua program utama Literasi jalanan yakni yang
pertama program pengajaran pendidikan yang di dalamnya meliputi ilmu
pengetahuan serta pembangunan karakter dan program yang kedua yakni
perpustakaan jalanan. Pendanaan Literasi Jalanan didapatkan dari donator dan
kegiatan enterpreneurship seperti menjual kaos, bazaar, dll. Diharapkan dengan
adanya gerakan kecil ini, maka akan memberikan dampak yang besar untuk
pembangunan kualitas sumber daya manusia yang berawal dari anak-anak. Disisi
lain, gerakan ini diharapkan dapat membudidayakan budaya literasi yang
kenyataannya masih sangat kurang di
Indonesia.
Kesimpulannya meski pemerintah Indonesia telah berupaya
mengatasi bencana pendidikan di Indonesia seperti diberlakukannya kebijakan
wajib belajar 9 tahun dan Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
juga telah mendirikan sekolah ramah anak, namun ini bukan berarti kita sebagai
generasi penerus bangsa hanya tinggal diam. Kita juga harus membantu pemerintah
dalam mengatasi masalah pendidikan yang ada di Negara tercinta ini. Ayo
bergerak dari hati ke hati demi Indonesia sejahtera !
REFERENSI
https://austinsfoundation.wordpress.com/2013/02/24/12-juta-anak-indonesia-putus-sekolah/. Februari 24, 2013. (accessed Februari 12, 2016).
https://sekolahpesisir.wordpress.com/. 2012. (accessed Februari 12, 2016).
Pramadhani, Adlun Fiqri. http://anaksawai.blogspot.co.id. 2015.
(accessed Februari 13, 2016).
0 komentar:
Posting Komentar