SAAT BUKU ADALAH JENDELA DUNIA, HARUSKAH JADI JENDELA RUTAN

by 02.06 0 komentar




Oleh: Asri Juniati Soamole
Selasa,10 Mei 2016 tepat pukul 11.30 Adlun Fiqri Pramadhani Sigoro dijemput oleh anggota kodim 1501 Ternate di kediamannya. Ia lalu digiring ke polres Ternate dan dituduh sebagai bagian dari PKI (Partai Komunis Indonesia). Saat dijemput, anggota kodim ini lalu menggeledah kediaman Adlun dan menyita sejumlah kaos dan buku milik Adlun. Buku yang disita adalah Nalar yang memberontak (Resist Book), Kekerasan Budaya pasca 1965, cerpen kangpatu, Sejarah Tuhan, Lekra dan catatan seorang Demonstran, sementara kaos yang disita adalah kaos hitam bertuliskan 1965, kaos merah betuliskan Pecinta Kopi Indonesia dan berlambang palu arit, kaos IIWC (Indonesia International World Camp) serta kaos Sekolah Literasi.
Adlun hingga kini masih dalam proses penyelidikan dan diamankan di Polres Ternate, pihak Kepolisian Ternate mengaku mendapatkan serahan dari Kodim Ternate bahwa ada warga yang menggunakan dan memiliki buku-buku yang mirip atau menggambarkan partai yang berdasarkan ketetapan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966, TAP MPRS ini menyatakan Partai Komunis sebagai sesuatu yang dilarang di Indonesia. Pihak kepolisian juga mengaku bahwa Adlun masih akan diberi ruang pembelaan.
Adlun merupakan mahasiswa semester enam jurusan Antropologi Sosial dan juga merupakan penggagas sebuah komunitas Literasi jalanan (sebuah komunitas yang bergerak pada bidang sosial dengan memperhatikan pendidikan anak-anak jalanan yang termarginalkan). Adlun juga pernah mengikuti kegiatan IIWC di Semarang sebagai volunteer. Sebagai seorang pegiat sosial di bidang literasi, salah satu program yang dijalankan oleh Adlun Fiqri dan teman-teman dari komunitas Literasi Jalanan adalah perpustakaan jalanan. Hal ini membuat Adlun memiliki banyak koleksi buku yang bukan hanya buku aliran Marxisme tetapi juga banyak buku pengetahuan lain. Disamping itu, sebagai mahasiswa Antroplogi yang mempelajari Negara dan embel-embel simbolisme politiknya tentu saja bukanlah suatu hal yang kriminal bagi seorang Adlun untuk mempelajari dan mengakaji aliran Marxisme secara ilmiah. 
 Hal diatas sama seperti pada pasal 212 ayat (1) tentang Rancangan KUHP yang menyebutkan, "Setiap orang yang melawan secara hukum dan di muka umum dengan lisan, tulisan, melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun." Menurut Wahiddudin (Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM), delik tersebut tidak dikenakan jika Komunisme digunakan sebagai obyek studi ilmiah, (sumber: https://m.tempo.co/read/news/2013/11/21).
Pernyataan Wahiddudin di atas perlu digaris bawahi bahwa ketika menggunakan aliran komunis sebagai obyek studi ilmiah dan tidak merusuhkan negara serta menggeser nilai pancasila, maka ini bukan tindakan kriminal yang harus ditindaklanjuti. Sangat disayangkan, ketika seorang Adlun Fiqri pegiat sosial yang berkontribusi di dunia pendidikan menganganggap buku adalah jendela dunia, pihak berwajib di Nusantara ini malah mencoba menggesernya dekat dengan jendela rutan.


Asri

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post (Slider)

Combine

Horizontal

My Gallery

Portfolio

Contact us

about me

Foto saya
Ternate, Maluku Utara, Indonesia
Saya adalah seseorang yang akan mencuri waktu untuk menulis

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Pages

Flickr Images

Like us on Facebook

Top 10 Articles